Night Riders Balap Formula 1 malam hari Pertama Singapura

Akhir pekan ini, balap malam pertama Formula 1 diselenggarakan di Singapura. Berkat teknologi, yang jadi tantangan utama bukanlah terangnya lampu atau setelan mobil. Melainkan jam tidur dan kondisi badan pembalap!

Ulasan : Azrul Ananda

Seperti apa balapan Formula 1 di malam hari? Sebenarnya, secara teknis sudah bukan masalah. Balap malam menggunakan lampu penerangan ala stadion sudah bertahun-tahun dilakukan di Amerika Serikat. Bahkan MotoGP, ajang roda dua paling bergengsi, sudah lebih dulu menerapkannya awal tahun ini di Qatar.

Jadi, fokus tim menjelang Grand Prix Singapura akhir pekan ini bukanlah soal penerangan. Yang paling penting adalah kondisi badan para personel-khususnya pembalap-menghadapi jam kerja yang bakal berbeda dari biasanya.

”Normal”-nya, saat hari lomba, personel tim sudah hadir di sirkuit pukul 7 atau 8 pagi. Lalu melakukan berbagai persiapan. Pembalap datang dua atau tiga jam kemudian, melakukan persiapan sendiri. Kemudian, start lomba diselenggarakan pukul 14.00. Di negara mana pun di seluruh dunia, jam start tidak jauh beda dari itu. Paling maju atau mundur sejam.

Kali ini, di Singapura, lomba berlangsung di malam hari. Berarti, ada perubahan drastis dalam jam kerja. Beberapa tim, seperti McLaren-Mercedes dan BMW-Sauber, sudah melakukan persiapan khusus untuk mengatasinya.

Kuncinya, ternyata, ada pada adaptasi. Tapi, para pembalap bukannya diminta untuk beradaptasi dengan jam Singapura.

Para pembalap justru dilarang beradaptasi dengan jam Singapura! ”Singapura bakal menjadi tantangan unik bagi setiap anggota tim kami. Dokter kami telah menyiapkan jadwal presisi yang harus ditaati, karena semua kegiatan berlangsung setelah tengah hari,” tutur Lewis Hamilton, bintang utama McLaren. “Pada dasarnya, kami tak boleh beradaptasi dengan waktu lokal. Program latihan kami dirancang agar kondisi berada di puncak setelah lewat tengah hari. Jadi, kami harus terus membiasakan diri dengan jam di Eropa,” tambahnya.

Kata Hamilton, tidak beradaptasi ini bakal lebih sulit daripada beradaptasi. Sebab, badan kita secara alami ingin beradaptasi. “Bagi kami para pembalap, jam tidur dan bangun bakal sama persis dengan di Eropa. Kami baru bangun siang hari untuk makan pagi, lalu makan malam pukul 1 dini hari, kemudian baru boleh tidur pukul 3 pagi,” ungkapnya.

Rekan Hamilton, Heikki Kovalainen, membenarkan aturan jam tersebut. “Tim kami telah melakukan segalanya untuk memastikan timing hidup tidak mengganggu performa dan fisik kami,” ucapnya.

Kovalainen menambahkan, persiapan itu ditegaskan kepada hotel tempat mereka menginap nanti. “Kamar hotel bakal dibuat gelap total supaya kami bisa tidur sampai siang. Hotel diberitahu agar pembersih kamar tidak masuk ke kamar sampai siang hari. Telepon juga tidak boleh berdering. Pada dasarnya, kami akan diisolasi dari jam kerja normal hotel,” paparnya.

Bila kebanyakan pembalap menganggap ini sebagai tantangan berat, tidak demikian dengan pembalap senior BMW-Sauber, Nick Heidfeld. Bagi pembalap Jerman itu, lomba di malam hari akan sangat menguntungkan.

“Saya ini orang malam. Saya suka tidur sangat telat, bukan tipe yang suka bangun pagi. Karena itu, ritme akhir pekan ini seharusnya cocok untuk saya,” ujarnya.

Karena kebiasaan itu pula, Heidfeld mengaku bakal “hidup normal” di Singapura. Apalagi, dia mengaku ingin bisa jalan-jalan. “Saya belum pernah ke Singapura. Dulu hanya duduk di bandara. Saya yakin (Singapura) adalah tempat yang sangat ‘hidup’ dan menarik,” pungkasnya.

Khawatir Pantulan Lintasan Basah

Pada dasarnya, ide lomba malam hari di jalanan Singapura mendapat sambutan hangat dari tim peserta Formula 1. Soal penerangan, juga sudah tidak ada pertanyaan. Namun, ada kekhawatiran khusus bila akhir pekan ini hujan turun membasahi lintasan. Pantulan lampu di genangan air atau lintasan basah bisa mengganggu konsentrasi pembalap, bahkan membahayakan nyawa mereka.

Soal penerangan, memang sudah tidak ada pertanyaan. Sekitar 1.500 lampu superterang sudah dipasang mengelilingi sirkuit jalanan sepanjang sekitar lima kilometer itu. Letaknya pun berdekatan, hanya empat meter antara satu sama lain. Dengan penataan itu, seharusnya suasana jadi seperti di siang hari. Pembalap tidak punya masalah melaju hingga 300 km/jam dan menikung di atas 100 km/jam.

“Kami telah melihat sirkuit ini saat pertemuan manajer tim di Singapura. Kami telah disuguhi demonstrasi penerangan. Meski balapan di malam hari, terangnya bakal seperti di siang hari,” tegas Mario Theissen, bos BMW-Sauber.

Masalahnya, hujan diprediksikan turun akhir pekan ini. Dan itu bisa membuat segalanya berubah. “Satu-satunya pertanyaan kami adalah, apakah lampu akan memantul dari genangan air bila nanti hujan. Kami baru akan mendapat jawabannya bila nanti benar-benar hujan,” ujarn Theissen.

Untuk mengurangi risiko, semua pembalap tentu akan membawa visor (kaca) helm khusus. Yang bisa mengurangi efek pantulan lampu sekaligus mencegah adanya bercak tetesan air.

“Kami membawa sejumlah visor yang high-contrast, dengan pewarnaan yang berbeda-beda. Sebab, dengan lampu kita tidak akan mendapatkan bayangan-bayangan dan persepsi pandangan yang alami,” terang Martin Whitmarsh, CEO McLaren F1.

Mengenai setelan, tim-tim F1 tidak akan terlalu pusing. Dengan simulator, mereka akan datang dengan setelan dasar yang kuat. Tinggal melakukan perubahan-perubahan kecil.

“Sirkuit ini punya banyak tikungan 90 derajat, yang diambil dengan kecepatan sekitar 100 km/jam. Berarti prioritas utama kami adalah mendapatkan traksi (kelekatan, Red). Tingkat downforce-nya tinggi, seperti di Monaco,” jelas Willy Rampf, direktur teknik BMW-Sauber.

Yang menjadi pertanyaan terbesar, dan tidak bisa didapatkan seratus persen dari simulator, adalah permukaan lintasan. Di malam hari, tanpa sinar matahari, suhunya bakal berbeda dari biasanya.

“Tidak adanya sinar matahari tidak boleh diremehkan. Temperatur aspal bakal lebih dingin dari lomba lain di bagian bumi ini. Kami harus memperhitungkan itu dalam hal setelan,” kata Rampf.

Untuk mengatasinya, Bridgestone sebagai satu-satunya supplier ban telah membawa dua jenis terlunak: Soft atau supersoft. Dengan demikian, diharapkan kelekatan bukanlah masalah di Singapura.(aza)

Leave a comment